70 Kutipan RA Kartini, Kata Bijak tentang Emansipasi Perempuan hingga Cinta untuk Status di Sosmed
Hari Kartini diperingati tiap tiap tanggal 21 April.
Peringatan Hari berdasarkan pada tanggal kelahiran pahlawan nasional perempuan, Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini.
RA Kartini jadi sosok yang tenar atas idenya dalam mencetuskan emansipasi perempuan di Indonesia.
Pahlawan perempuan kelahiran Jepara ini termasuk menerbitkan karya yang terkenal, yaitu buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Untuk memperingati Hari Kartini, https://dimensionalthinking.org/ di bawah ini, ada 70 kutipan kata-kata bijak yang pernah dikemukakan RA Kartini.
Kata-kata bijak berikut berkenaan emansipasi perempuan, pendidikan, perjuangan, hingga cinta.
Baca juga: Hari Kartini 21 April: Berikut Sejarah sampai Biografi RA Kartini
Buku RA Kartini.
Berikut 70 kutipan kata-kata bijak RA Kartini, dirangkum berasal dari buku Celoteh R.A. Kartini: 232 Ujaran Bijak sang Pejuang Emansipasi, karya Ahmad Nurcholish:
1. “Seorang guru bukan cuma sebagai pengasah asumsi saja, melainkan terhitung pendidik budi pekerti.”
2. “Tetapi apalah artinya pintar di dalam pengetahuan yang hendak diajarkan itu, jikalau ia tidak sanggup menerangkannya secara menyadari kepada murid-murid.”
3. “Gadis yang pikirannya telah dicerdaskan, pemandangannya udah diperluas, tidak akan bisa kembali hidup di didalam dunia nenek moyangnya.”
4. “Kita bisa jadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti jadi wanita sepenuhnya.”
5. “Untuk pas didiklah, berilah pelajaran kepada anak-anak perempuan kaum bangsawan: berasal dari sinilah peradaban bangsa harus dimulai. Jadikanlah mereka ibu-ibu yang cakap, cerdas, dan baik. Maka mereka dapat menyebarluaskan peradaban di antara bangsanya.”
6. “Bahwa kebahagiaan perempuan yang paling tinggi, sejak berabad-abad yang lantas apalagi juga hingga pas ini adalah hidup seirama dengan laki-laki.”
7. “Rampaslah seluruh harta benda saya, asalkan jangan pena saya.”
8. “Pendidikan sekolah bagi anak-anak terhadap kala saat ini merupakan hal yang biasa sekali, tetapi jika kuantitas anak mencapai 25 orang, bagaimana barangkali pendidikan yang sebaik-baiknya itu sanggup diusahakan bagi mereka semua? Orang tidak berhak melahirkan anak misalnya dia tidak mampu menghidupinya.”
9. “Bila orang hendak nyata-nyata memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuhan budi mesti sama-sama dimajukan.”
10. “Adalah suatu pemberian dan pertolongan besar sekali bagi orang laki-laki jika perempuan berbudi tinggi dan terpelajar.”
11. “Ketidaksetaraan perempuan ini akibat berasal dari dibatasinya akses perempuan untuk beroleh pengetahuan agar perempuan menjadi bodoh. Sehingga cara cuma satu adalah perempuan wajib sekolah.”
12. “Simpati itu bagi kami merupakan kepuasan, kekuatan, bantuan, kegembiraan, dan hiburan.”
13. “Dan gadis-gadis terutama sangat ada masalah hidupnya, sebab mereka sudah berada di tempat di mana alam tiap-tiap hari diperkosa. Bukankah itu memerkosa kodrat alam namanya, sekiranya perempuan mesti tinggal bersama dengan damai serumah dengan madunya?”
14. “Sungguh, anak bangsa itu sendiri, orang perempuan mesti memperdengarkan suaranya! Masih dapat dapatkah dengan tenang orang menyatakan ‘keadaan mereka baik’ terkecuali orang melihat dan mengerti semuanya, yang telah kami menyaksikan dan kami ketahui itu?”
15. “Dan pada pendidikan itu janganlah hanya akal yang dipertajam, namun budi pun mesti dipertinggi.”
16. “Apabila kami menghendaki orang lain ikuti jejak kami, maka contoh yang kami memberikan haruslah suatu hal yang berbicara, menyebabkan rasa takjub dan permintaan untuk menirunya.”
17. “Kami anak-anak perempuan tidak boleh mempunyai pendapat, kita perlu terima dan menyetujui dan juga mengamini semua yang dianggap baik oleh orang lain.”
18. “Banyak emansipasi wanita bukanlah untuk persamaan derajat, emansipasi adalah pembuktian diri yang sesuai antara raga yang tangguh, tetapi hati selalu patuh. Emansipasi ada penerimaan. Penerimaan diri bahwa tiap-tiap tempat tersedia empu yang dikodratkan dan dipantaskan.”
19. “Saya akan mengajar anak-anak saya, baik laki-laki maupun perempuan untuk saling memandang sebagai makhluk yang sama. Saya akan memberi tambahan pendidikan yang sama kepada mereka, tentu saja menurut bakatnya masing-masing, Lagi pula, aku berniat dapat menghapuskan batas yang menggelikan antara laki-laki dan perempuan yang dibuat orang sedemikian cermatnya.”
20. “Pendidikan untuk wanita benar-benar perlu di dalam konteks menolong perannya sebagai istri dan ibu yang bermimpi besar. Tapi jikalau salah kaprah dan menelantarkan anak-anaknya, artinya mirip saja bersama membodoh lagi.”
21. “Biarkan orang banyak itu bodoh, maka kekuasaan atas mereka tersedia di tangan kita! Kiranya demikian semboyan kebanyakan pembesar. Mereka tidak suka lihat orang-orang lain terhitung dambakan ilmu dan kemajuan.”
22. “Tidak wajib penjelasan kenapa kemajuan kepandaian masyarakat Bumiputra tidak mampu pesat, bila dalam perihal itu perempuan terbelakang. Setiap selagi kemajuan perempuan itu ternyata merupakan segi mutlak didalam peradaban bangsa.”
23. “Marilah wahai perempuan, gadis. Bangkitlah, marilah kami berjabatan tangan dan berbarengan bekerja merubah situasi yang tak terderita ini.”
24. “Dalam tangan anaklah terdapat era depan dan dalam tangan ibulah tergenggam anak yang merupakan era depan itu.”
24. “Pandai itu tidak merupakan kebahagiaan untuk setiap orang. Celakalah seumpama orang mampu berpikir tetapi tidak boleh; seandainya orang bisa merasa, bisa dan mau, namun tidak boleh. Lebih baik selalu bodoh saja.”
25. “Kami manusia, seperti halnya orang laki-laki. Aduh, berilah izin untuk membuktikannya. Lepaskan belenggu saya! Izinkan saya berbuat dan aku dapat menunjukkan, bahwa saya manusia. Manusia layaknya laki-laki.”
26. “Kecerdasan otak saja tidak artinya segala-galanya. Harus ada termasuk kecerdasan lain yang lebih tinggi, yang erat terjalin dengan orang lain untuk mengantakan orang ke arah yang ditujunya. Di samping otak, terhitung hati perlu dibimbing, kalau tidak demikian peradaban tinggal permukaannya saja.”
27. “Ikhtiar! Berjuanglah melepas diri. Jika engkau udah bebas karena ikhtiarmu itu, barulah sanggup engkau tolong orang lain.”
28. “Jika kami tidak melacak pengetahuan, maka hidup kita tidak bakal suka dan kehidupan kami bakal tambah mundur.”
29. “Karena jikalau taraf hidup kesenian suatu bangsa tinggi, maka budi bangsa itu sendiri adalah suatu puisi.”
30. “Habis gelap terbitlah terang.”
31. “Tiada awan di langit yang selalu selamanya. Tiada barangkali akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi mempunyai keindahan. Kehidupan manusia mirip alam.”
32. “Jangan bangkitkan cita-cita yang tentu dapat mati. Janganlah hendak bermimpi andaikata lebih dulu udah diketahui nanti dapat bangun dengan teramat mengecewakan.”
33. “Jangan kau katakan saya tidak dapat, tapi katakan saya mau.”
34. “Kami mengira kami mengerti banyak sekali, namun sesungguhnya kami tidak tahu apa-apa. Kami mengira kami mempunyai kemauan, hasrat besi. Kami mengira kita bisa memindahkan gunung tapi nyatanya hanya setitik air mata pedih, sekejap pandangan mata duka cita berasal dari mata yang kami sayangi dan patahlah kekuatan kami.”
35. “Pergilah, bekerjalah untuk mewujudkan cita-citamu. Bekerjalah untuk kebahagiaan ribuan orang-orang tertindas oleh hukum yang lalim bersama dengan paham yang salah tentang benar dan salah, tentang baik dan jahat. Pergilah, pergilah, tanggunglah derita dan berjuanglah tetapi bekerjalah untuk suatu hal yang kekal.”
36. “Dalam hatinya sebab perlawanan pada kondisi zaman, jiwanya menjadi matang. Ia tidak akan, tidak rela tunduk. Ia mesti menempuh jalan baru.”
37. “Percayalah dapat era depan.”
38. “Para lanjut usia, jangan menolak segala yang baru. Ingatlah, bahwa seluruh yang sekarang sudah tua, terhitung pernah baru.”
39. “Ketidaksetaraan inilah yang menyebabkan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi.”
40. “Bagaimanapun jalannya, sekali-kali jangan penat untuk berupaya gigih membela seluruh yang baik.”
41. “Kami yakin, seandainya seseorang berani memulai, banyak yang bakal mengikuti.”
42. “Angkatan muda, tak ada pandang laki-laki atau perempuan wajiblah berhubungan. Masing-masing secara sendiri-sendiri dapat berbuat sesuatu untuk memajukan, menambah derajat bangsa kami. Tetapi apabila kami bersatu, mempersatukan kemampuan kami, bekerja bersama-sama, maka hasil usaha kita akan lebih besar. Bersatu kami kukuh dan berkuasa.”
43. “Kita harus hidup bersama-sama dan untuk seluruh manusia. Tujuan hidup kita ialah memicu hidup lebih indah.”
44. “Sudah jauh dan lama kami mencari, dan kami tiadalah tahu, terlalu dekatnya, selamanya terhadap kita barang yang kita cari itu, tersedia di didalam diri kami sendiri.”
45. “Perbuatan saya itu akan lebih banyak menarik hati orang sebangsa saya daripada seribu kata ajakan yang gembira-gembira.”
46. “Bagaimana mungkin seorang pria dan wanita sanggup mencintai satu bersama dengan yang lain ketika mereka baru bertemu pertama kali didalam kehidupan ini setelah mereka terikat di dalam pernikahan?”
47. “Kita berharap untuk dicintai–bukan ditakuti.”
48. “Tiada perihal yang lebih indah tidak cuman sanggup menerbitkan senyum di muka mereka yang kami cinta.”
49. “Saat suatu jalinan berakhir, bukan bermakna orang berhenti saling mencintai. Mereka cuma berhenti saling menyakiti.”
50. “Betapa ganjil telah ajaibnya rasa kasih sayang itu: tidak berkenan dipaksa, tidak senang diikat dimana pun juga. Datang tanpa diundang, tidak disangka-sangka. Dan bersama dengan sepatah kata saja, tapi sepatah kata yang menjenguk jauh ke didalam kehidupan batin masing-masing. Jauh mengikat dua jiwa yang sampai saat ini belum mengenal dengan ikatan-ikatan erat!”
51. “Maksud Tuhan terhadap kami adalah baik. Hidup ini diberikan kepada kami sebagai rahmat dan tidak sebagai beban, kami manusia sendiri biasanya membuatnya menjadi kesengsaraan dan penderitaan.”
52. “Agama perlu merawat kami berasal dari perbuatan dosa, namun berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama.”
53. “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.”
54. “Kedudukan ibu rohani lebih tinggi dari ibu jasmani.”
55. “Tugas manusia ialah jadi manusia.”
56. “Harta paling suci di dunia ialah hati laki-laki yang luhur.”
57. “Banyak perihal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi cuma satu perihal yang amat bisa menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.”
58. “Jangan mengeluhkan hal-hal tidak baik yang datang didalam hidupmu. Tuhan tak pernah memberikannya, kamulah yang membiarkannya datang.”
59. “Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah sepanjang engkau dapat bermimpi! Bila ga ada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang memang kejam.”
60. “Tahukah engkau semboyanku? Aku Mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah lebih dari satu kali menolong dan membawa saya melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tidak dapat! Melenyapkan rasa berani. Kalimat ‘Aku Mau!’ mengakibatkan kita gampang mendaki puncak gunung.”
61. “Lebih banyak kami maklum, lebih tidak cukup rasa dendam di dalam hati kita. Semakin adil pertimbangan kita dan makin kokoh basic rasa kasih sayang. Tiada mendendam, itulah bahagia.”
62. “Terkadang, ada problem wajib kamu rasakan lebih-lebih dahulu sebelum akan kebahagiaan yang sempurna mampir kepadamu.”
63. “Jangan dulu menyerah jikalau anda masih menghendaki mencoba. Jangan biarkan penyesalan berkunjung sebab anda selangkah lagi untuk menang.”
64. “Tak hiraukan seberapa keras anda mencoba, kamu tak dapat pernah bisa menyangkal apa yang anda rasa. Jika anda sesungguhnya miliki nilai di mata seseorang, tak tersedia alasan baginya untuk mencari seseorang yang lebih baik darimu.”
65. “Adakah yang lebih hina, daripada tergantung kepada orang lain?”
66. “Karena tersedia bunga mati, maka banyaklah buah yang tumbuh. Demikianlah pula di dalam hidup manusia. Karena tersedia angan-angan gampang mati, terkadang timbullah angan-angan lain, yang lebih sempurna, yang boleh menjadikannya buah.”
67. “Sebab barang siapa tidak dapat merasakan sakit, dia terhitung kebal pada rasa gembira. Barang siapa tidak menderita, tidak juga mampu merasakan nikmat yang sesungguhnya.”
68. “Hanya orang-orang yang kuat hati dan pikirannya yang bisa bertahan didalam topan semacam itu, sanggup melawan kekejaman dan kekerasan dunia.”
69. “Kesadaran anak-anak perlu dibangunkan, bahwa mereka harus mencukupi panggilan budi didalam masyarakat terhadap bangsa yang bakal mereka kemudikan.”
70. “Petani paling baik tidak akan memungut padi dari tanah yang tidak dikerjakannya lebih dulu, sebelum saat menebarkan benih dan menanam di situ! Tidak akan bisa terhitung ahli bangunan yang paling baik mendirikan gedung tanpa fondasi!”
Berita lainnya mengenai Hari Kartini