Pertarungan tragis seorang penyintas Columbine untuk mengungkap ‘efek riak’ kekerasan senjata: trauma, kecanduan, bunuh diri

Posted on 12.04.2023

Dengan 377 penembakan di sekolah sejak Columbine, orang Amerika masih memperhitungkan jumlah sebenarnya dari serangan ini

ada 18 Mei 2019, seorang pria berusia 37 tahun meninggal karena overdosis heroin di Colorado. Banyak dari kematian overdosis tahun itu – hampir 200 setiap hari – tidak mendapat banyak perhatian, tetapi kematiannya ditandai dengan beberapa berita.

Austin Eubanks telah berjuang melawan kecanduan sejak 1999, ketika dia ditembak dan menyaksikan sahabatnya terbunuh di perpustakaan sekolah menengah Columbine. Seorang dokter meresepkan opioid berusia 17 tahun untuk membantu mengatasi rasa sakit akibat luka tembak di tangan dan lututnya, tetapi remaja tersebut menganggap obat tersebut lebih membantu untuk luka emosionalnya, luka yang dia tidak tahu bagaimana membicarakannya. . Dalam beberapa bulan, dia memanipulasi dokter untuk mendapatkan lebih banyak obat resep, lalu beralih ke obat lain.

Eubanks membutuhkan waktu 10 tahun, dan banyak perkelahian, penangkapan, dan hubungan yang rusak, sebelum dia akhirnya melewati tahap kesedihan untuk temannya yang terbunuh dan sadar. Di usia 30-an, dia mulai berbicara secara nasional tentang hubungan antara kekerasan, trauma, dan epidemi opioid, menuntut perhitungan yang lebih dalam tentang hubungan antara kecanduan dan ketidakmampuan orang Amerika untuk berduka.

Dalam banyak hal, kematian Eubanks tidak akan dimasukkan sebagai salah satu korban dari epidemi kekerasan senjata Amerika. Tetapi dia berpendapat bahwa jumlah korban penembakan massal di Amerika jauh lebih besar daripada jumlah korban luka atau tewas yang sederhana.

Sekarang ada 377 penembakan sekolah sejak Columbine , menurut Washington Post, dengan hampir 350.000 siswa AS terkena kekerasan di sekolah mereka sejak 1999.

Eubanks tahu beban penuh dari apa yang harus diselesaikan oleh setiap siswa yang baru berduka. Penembakan sekolah tahun 2018 di Parkland, Florida, yang menewaskan 17 orang, tampak sangat akrab baginya: gambar “para siswa berlarian dengan tangan di atas mereka, kendaraan lapis baja dan mobil polisi serta ambulans di atas rumput” semuanya “menghantam sangat dekat dengan rumah”.

Berapa banyak siswa di sekolah menengah Marjory Stoneman Douglas yang akan mengatasi trauma mereka, seperti yang dia lakukan, melalui metode penanggulangan negatif seperti kecanduan, dia bertanya-tanya. Berapa banyak responden pertama, yang trauma dengan pertemuan mereka dengan pembantaian di dalam sekolah, yang mungkin melakukan hal yang sama?

“Emosi utama bagi saya akhir-akhir ini adalah kemarahan,” kata Eubanks kepada saya pada malam syuting Parkland . “Itu karena aku melihat akibat dari apa yang terjadi.”

Kerusakan mungkin tidak berhenti pada orang-orang yang menyaksikan penembakan dan akibatnya, katanya, tetapi dapat menyebar ke anggota keluarga dan teman mereka, bahkan diteruskan ke anak-anak mereka, sebagai warisan trauma generasi.

Orang yang terluka sering menyakiti orang lain: Eubanks melihat ini dengan jelas dalam hidupnya sendiri. “Saya berdampak buruk pada ratusan orang selama usia 20-an melalui kecanduan saya dan kekacauan hidup saya,” katanya. “Jelas, efek riak itu terus berlanjut.”

Satu penembakan massal mengirimkan gelombang kejut ke seluruh komunitas, katanya, dan gelombang trauma terus bergerak jauh setelah serangan berakhir.

“Apa yang awalnya dimulai dengan beberapa ratus yang terkena dampak langsung akan menjadi ribuan, dan, dalam sepuluh tahun, puluhan ribu hanya dari satu penembakan ini,” katanya pada tahun 2018 . “Ini adalah trauma yang sangat besar,” katanya. “Ini seperti gempa bumi. Itu beriak.

SAYAtelah memikirkan Eubanks, dan riak-riak trauma itu, seringkali dalam beberapa bulan terakhir, saat kita memperingati 10 tahun penembakan sekolah dasar Sandy Hook di Newtown Connecticut pada bulan Desember; dan kemudian peringatan kelima penembakan Parkland di bulan Februari; saat kami meliput tiga penembakan massal dalam tiga hari di California; dan sekarang saat kita menyaksikan protes yang dipicu oleh penembakan sekolah baru di sekolah Kovenan di Nashville, Tennessee, dan penembakan massal baru di sebuah bank di Louisville, Kentucky, yang merenggut nyawa seorang teman dekat gubernur Kentucky.

Eubanks sendiri meninggal sekitar sebulan setelah peringatan 20 tahun penembakan Columbine, yang menurut petugas koroner setempat adalah overdosis yang tidak disengaja. Dia “kalah dalam pertempuran melawan penyakit yang dia perjuangkan dengan sangat keras untuk membantu orang lain menghadapinya”, keluarganya mengatakan kepada media .

“Ini adalah situasi yang mengerikan, mengerikan dan kami tidak akan memperbaikinya,” kata Tim Burchett , seorang anggota kongres Republik dari Tennessee, sehari setelah serangan sekolah Kovenan. “Penjahat akan menjadi penjahat.”

Pada hari yang sama, Joe Biden mengatakan kepada wartawan bahwa dia telah kehabisan tindakan eksekutif yang dapat dia ambil untuk mencegah kekerasan senjata. “Saya tidak bisa melakukan apa pun kecuali memohon kepada Kongres untuk bertindak secara wajar,” kata presiden, menegaskan kembali dukungannya untuk larangan federal terhadap senjata serbu yang tidak akan menjadi kenyataan selama Kongres dari Partai Republik memblokir undang-undang tersebut.

Tanggapan semacam ini dari para pemimpin terpilih suatu negara adalah ajakan untuk mati rasa. Dan mati rasa bisa terasa seperti cara yang dapat diterima untuk menghadapi dunia tempat kita diminta untuk hidup. Selalu ada penembakan massal berikutnya setelah ini, dan setelah itu.

Eubanks berbicara banyak tentang bahaya mati rasa , tentang ketidakmungkinan penyembuhan jika kita tidak melewati kesedihan kita. Dia melihat korelasi langsung antara peningkatan kekerasan massal dan peningkatan kecanduan di Amerika Serikat, di mana kematian akibat overdosis obat melonjak dari sekitar 20.000 per tahun pada 1999 menjadi lebih dari 100.000 per tahun saat ini, sekitar lima kali lebih banyak kematian setiap tahunnya. jumlah pembunuhan bersenjata.

Selama pergolakan tahun 2020, jumlah pembunuhan bersenjata di seluruh Amerika Serikat meningkat, dengan tambahan 5.000 orang tewas. Jumlah kematian akibat overdosis semakin meningkat: tambahan 20.000 orang hilang.

“Masyarakat kita dipenuhi dengan rasa sakit dan trauma emosional, dan kita memiliki orang-orang yang meresepkan narkotika yang sangat efektif untuk mengobati rasa sakit dan trauma emosional,” kata Eubanks kepada saya.

Ia juga melihat hubungan yang sangat erat antara trauma, depresi, kecanduan dan bunuh diri. Bunuh diri di AS, yang melebihi jumlah pembunuhan, meningkat sekitar 35% antara tahun 1999 dan 2018, dan sebagian besar bunuh diri dilakukan dengan senjata. Sekelompok kasus bunuh diri pada Maret 2019 , termasuk dua siswa yang selamat dari penembakan Parkland, dan orang tua dari seorang anak yang dibunuh di Newtown, secara singkat memusatkan perhatian pada kebutuhan untuk mendukung para penyintas penembakan di sekolah, bersama dengan ketakutan bahwa perhatian media terhadap bunuh diri mungkin membuat lebih banyak orang berisiko.

“Tubuh dan pikiran kita tidak dimaksudkan untuk mengalami tragedi semacam ini,” kata Andy Beshear, gubernur Kentucky yang tampak terguncang, setelah penembakan hari Senin di sebuah bank di Louisville. “Itu bank saya,” tambah Gubernur. Dia mendesak polisi yang menanggapi tempat kejadian dan karyawan bank untuk “semua menjangkau dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan”.

Ketika saya memikirkan Eubanks, saya juga memikirkan Darren Seals, seorang aktivis muda dari Ferguson yang sangat terlibat dalam protes setelah polisi membunuh Michael Brown yang berusia 18 tahun.

Anjing laut tumbuh dengan kekerasan senjata sebagai kenyataan konstan: St Louis memiliki salah satu tingkat pembunuhan tertinggi di negara itu , dan Anjing Laut sendiri ditembak dua kali secara terpisah . Penembakan kedua, yang membuatnya terluka parah, menginspirasinya untuk menjadi aktivis anti kekerasan . Sebagai pengunjuk rasa “hari pertama” di Ferguson, Seals menjadi dekat dengan keluarga Michael Brown , dan kehadirannya berpengaruh dan kontroversial di lapangan. Ketika beberapa anggota geng lokal terkena gas air mata untuk pertama kalinya dan ingin membalas penegakan hukum, Seals-lah yang memiliki kredibilitas untuk mengajari mereka cara “melawan dengan cara lain”, dengan mengenakan alat pelindung saat mereka terus berdemonstrasi, kenang aktivis Tory Russell.

Bertahun-tahun kemudian, ketika perhatian nasional bergeser ke tempat lain, Seals terus bekerja pada upaya pencegahan kekerasan komunitas di wilayah St Louis, berfokus pada cara-cara untuk campur tangan dalam kehidupan kaum muda yang berisiko mengalami kekerasan senjata, serta terus berbicara tentang kebrutalan polisi dan pengawasan polisi.

Pada 6 September 2016, Seals ditemukan tewas , ditembak berkali-kali dan ditinggalkan di dalam mobil yang terbakar. Dia berusia 29 tahun. Pembunuhannya masih belum terpecahkan dan polisi daerah St Louis mengatakan mereka tidak memiliki informasi terbaru tentang kasusnya.

Dua tahun kemudian, pada tahun 2018, salah satu teman berduka yang saya wawancarai tentang kematian Seals, Bassem Masri, juga meninggal , karena overdosis. Masri baru berusia 31 tahun, salah satu dari beberapa pengunjuk rasa Ferguson yang kalah terlalu muda .

Trauma, seperti yang dikatakan Eubanks, terus beriak keluar, satu jenis kerusakan berubah menjadi kerusakan lainnya.

Namun trauma dan kekerasan tidak hanya menimbulkan kerugian. Baik Eubanks maupun Seals adalah penyintas kekerasan senjata api yang penembakannya mengubah mereka menjadi aktivis. Pengalaman mereka, dalam beberapa hal, sangat berbeda. Eubanks berkulit putih, dan sebagai siswa di sekolah menengah pinggiran kota yang relatif kaya, dia mengharapkan keselamatan. Kekerasan senjata di tempat seperti itu diperlakukan sebagai penyimpangan. Anjing laut, yang berkulit Hitam, dibesarkan di daerah di mana kekerasan mewabah dan tembakan biasa terjadi dan pemuda seperti dia tidak berharap untuk selamat.

Tetapi Seals dan Eubanks, yang berasal dari konteks yang sangat berbeda, menanggapi trauma yang mereka alami dengan cara yang serupa. Keduanya mengembangkan analisis luas tentang kekerasan dan kerugian yang mereka alami. Tidak ada yang memilih untuk fokus, seperti yang dilakukan oleh banyak aktivis Amerika, pada undang-undang akses senjata dan kontrol senjata. Seal berbicara tentang kekerasan melalui lensa rasisme, perampasan sistemik, kemiskinan, penahanan, dan kebrutalan polisi. Eubanks berfokus pada hubungan antara trauma, kecanduan, dan pilihan serta keuntungan industri medis dan farmasi Amerika.

Keduanya berbicara untuk membela orang-orang yang telah disakiti dengan cara mereka dan yang sering diberhentikan dan direndahkan, bahkan dalam kematian.

SAYAmemikirkan Eubanks dan Seals bersama-sama sebagian karena keduanya berfokus untuk membantu orang lain di tingkat lokal, bahkan ketika aktivisme mereka mendapat perhatian nasional. Setelah kematiannya, teman-temannya memberi tahu Washington Post tentang upaya Seals untuk mengadakan makan malam Thanksgiving untuk keluarga berpenghasilan rendah dan memberikan hadiah Natal kepada anak-anak yang mungkin tidak mendapatkan banyak, sambil bekerja shift 12 jam di pabrik lokal.

Di usia 30-an, Eubanks menjabat sebagai chief operating officer untuk program perawatan residensial jangka panjang di Steamboat Springs, Colorado dan mengatakan bahwa sekitar 80% klien dalam pemulihan yang pernah bekerja dengannya dapat mengidentifikasi peristiwa traumatis sebagai akar dari kecanduan mereka. .

Setelah setiap penembakan profil tinggi, tidak ada kekurangan komentator yang bersedia menerima sinisme atau keputusasaan, untuk membagikan kembali tweet jurnalis Inggris dari tahun 2015 yang menyatakan: “Sandy Hook menandai akhir dari debat kontrol senjata AS. Setelah Amerika memutuskan untuk membunuh anak-anak dapat ditanggung, itu sudah berakhir. Tampaknya orang yang paling aman, orang yang belum tersentuh oleh kekerasan senjata, yang paling bersedia menyatakan bahwa tidak ada yang bisa dilakukan, bahwa perdebatan sudah berakhir.

Orang-orang yang kehilangan anak atau orang tuanya, yang masih menghadapi luka tembak dan ada pecahan peluru di tubuhnya, lebih cenderung mengabaikan peluang, dan tetap bekerja.

Selama beberapa bulan terakhir, saya telah membuka file lama wawancara saya dengan Eubanks, dan membacanya lagi. Setiap kali saya melakukan ini, saya merasa sangat sedih untuk keluarganya, anak-anaknya, tidak bisa bersamanya di usia 40-an dan 60-an dan 70-an. Dia baru saja memulai. Dia memiliki lebih banyak pekerjaan yang ingin dia lakukan.

Tapi, membaca kata-katanya, saya juga tahu bahwa pekerjaan yang dilakukan Eubanks belum berakhir. Dalam beberapa tahun singkatnya sebagai seorang aktivis, dia sangat memengaruhi banyak orang, memberikan perspektif tentang debat kekerasan senjata nasional yang tidak ditawarkan oleh orang lain. Pembicaraannya tentang trauma dan kecanduan masih dilihat. Untuk menghormati ingatannya, keluarganya membuat program retret di mana para penyintas penembakan massal dapat saling membantu menyembuhkan .

Trauma bukanlah satu-satunya kekuatan yang beriak keluar, memengaruhi ratusan, lalu ribuan, lalu jutaan orang, yang terus bergerak bertahun-tahun setelah peristiwa awal berakhir.

Saya ingin tubuh saya berhenti bereaksi seperti sekarang setelah setiap penembakan massal baru. Mungkin Anda juga akan melakukannya. Tetapi saya mencoba untuk mengingatkan diri sendiri bahwa perasaan ini – kesedihan, kemarahan, kepanikan, mual – adalah penolakan untuk menerima kematian massal seperti ini sebagai hal yang normal.

Saya membaca kutipan Eubanks lagi, dan saya berkata pada diri sendiri bahwa merasakan sakit ini lebih baik daripada tidak merasakannya. Rasa sakit adalah bagaimana tubuh kita memberitahu kita untuk berhenti melakukan apa yang kita lakukan. Tubuh kita, jauh lebih pintar dari pikiran kita, hanya berkata, bergerak, bergerak.

This entry was posted in Новости.

Далматовская УК ООО "ТЕПЛОВОД"

УК ООО "ТЕПЛОВОД"

Pertarungan tragis seorang penyintas Columbine untuk mengungkap ‘efek riak’ kekerasan senjata: trauma, kecanduan, bunuh diri